Sabtu, 13 November 2010

Kredibilitas Profesi Akuntan dari Sisi Etika Profesi


Etika secara garis besar dapat didefinisikan sebagai serangkaian prinsip atau nilai-nilai moral. Setiap orang memiliki rangkaian tersebut, walaupun kita memperhatikan atau tidak memperhatikannya secara eksplisit. Para ahli filsafat, berbagai organisasi keagamaan, serta beragam organisasi lainnya telah mendefinisikan rangkaian prinsip dan nilai moral ini dalam berbagai cara. Contoh serangkaian prinsip dan nilai moral yang telah ditentukan pada tingkat pelaksanaannya adalah peraturan perundang-undangan, kode etik bisnis bagi beragam kelompok profesi seperti akuntan, serta kode etik dalam berbagai organisasi individual.
            Perilaku beretika wajib hukumnya supaya masyarakat dapat berjalan secara teratur. Saya dapat berargumentasi bahwa etika adalah sejenis perekat yang dapat mengikat erat masyarakat. Sedangkan perilaku tidak etis banyak yang mendefinisikan sebagai tindakan yang berbeda dengan tindakan yang mereka percayai yang merupakan tindakan tepat dilakukan dalam situasi tertentu. Terdapat dua alasan utama mengapa seseorang bertindak tidak etis yaitu standar etika seseorang berbeda dengan standar etika yang berlaku di masyarakat atau ia memilih untuk bertindak secara egois.
            Sedangkan etika profesi merupakan karakteristik suatu profesi yang membedakan suatu profesi dengan profesi lain, yang berfungsi untuk mengatur tingkah laku para anggotanya. Suatu profesi di masyarakat kita biasanya dilekatkan dengan istilah profesional. Setiap profesi yang menyediakan jasanya kepada masyarakat memerlukan kepercayaan dari masyarakat yang dilayaninya. Apabila profesi tersebut melakukan kejahatan, mayoritas masyarakat akan merasa lebih kecewa daripada jika hal yang sama terjadi pada seseorang yang tidak dicap sebagai seorang profesional. Hal tersebut juga berlaku untuk suatu profesi, misalnya akuntan.
Istilah profesional menunjukan tanggung jawab untuk bertindak melebihi kepuasan yang dicapai atas pelaksanaan tanggung jawab yang diembannya maupun ketentuan yang disyaratkan oleh hukum dan peraturan yang berlaku di masyarakat. Profesi akuntan, misalnya akuntan publik sebagai preofesional, memahami adanya tanggung jawab kepada masyarakat, klien, serta rekan praktisi, yang mencakup pula perilaku yang terpuji, walaupun hal tersebut dapat berarti pengorbanan diri. Tanpa etika, profesi akuntan tidak akan ada karena fungsi akuntan adalah sebagai penyedia informasi untuk proses pembuatan keputusan bisnis oleh para pelaku bisnis. Etika profesi yang dimaksud adalah Kode Etik Akuntan Indonesia.
Tindakan yang dilakukan oleh semua orang baik sebagai profesional atau tidak, seharusnya mencerminkan etika yang ada. Pada kesempatan kali ini saya mencoba untuk menganalisis kredibilitas profesi akuntan dari sisi etika profesi dengan menganalisis kasus yang ada yaitu:
Pelanggaran etika Pegawai Negeri Sipil (PNS)
                                                                                 
Kasus indisipliner yang dilakukan pegawai negeri sipil (PNS) cukup tinggi, contohnya dilingkungan Pemerintah Kabupaten (pemkab) Sleman. Jumlah PNS membolos terbilang masih cukup tinggi. Terutama saat jam makan siang atau PNS yang berkeliaran di pasar, meski jam kerja belum usai.
Berdasarkan data yang dilansir Badan Pengawasan Daerah (Bawasda) Sleman, PNS staf maupun fungsional, dan guru mendominasi  pelanggaran  PP 30/1980 tentang Disiplin PNS. “Tahun 2008 tercatat 62 kasus tindakan indisipliner PNS. Sebanyak 39 orang pelaku, diantaranya telah terbukti. Sebanyak 15 orang PNS telah dikenai sanksi ringan, sedang, atau berat,” dari 62 kasus pada tahun 2008, indisipliner terjadi sebanyak 20 kasus. Tindakan ‘nakal’ dari jajaran pendidik (guru) sebanyak 14 kasus.
Mayoritas jenis pelanggaran  adalah tindakan moral yang tidak terpuji yang tercatat sebanyak 16 kasus. Termasuk, selingkuh dan perjudian. Membolos dan indisipliner terkait jam kerja menduduki urutan kedua daftar pelanggaran PNS tahun 2008. Angkanya  14 kasus.
Jumlah  sama terjadi pada kasus dugaan pemotongan dana rekonstruksi rumah pascagempa. Disusul penyalahgunaan wewenang sebanyak sembilan kasus.
Kasus-kasus lain meliputi dugaan penggunaan dana PBB oleh perangkat desa, penyimpangan atas pelaksanaan kegiatan pelepasan TKD, penatausahaan pengelolaan keuangan, penyerobotan dan pemalsuan surat tanah, keterlambatan pekerjaan pembangunan fisik, dan pelanggaran administrasi atau prosedur kepegawaian. Informasi PNS yang melanggar berdasarkan pengaduan masyarakat, laporan instansi, disposisi bupati, pengembangan temuan bawasda dan pemberitaan di media massa.
Dari berita yang saya kutip tersebut, sangat banyak pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan pegawai negeri sipil, dari kasus pelangaran yang ringan sampai dengan yang berat.
Berita diatas menyebutkan bahwa pelanggaran banyak dilakukan oleh seorang guru atau lebih baik dengan sebutan “oknum guru”, yang seharusnya menjadi panutan yang harus ditiru.
Terjadinya pelanggaran-pelanggaran tersebut memang kesalahan dari pihak individu masing-masing tetapi pelanggaran yang dilakukan membawa nama baik institusi. Dengan demikian masyarakatakan selalu berfikir negatif mengenai institusi tersebut dalam hal ini pegawai negeri sipil, seperti kata-kata yang sering terlontar dimasyarakat, semisal “pegawai kelurahan terkenal dengan kesantaiannya dengan memberikan opini bahwa mereka kerjanya hanya merokok dan main catur sambil minum kopi.
Hal seperti ini seharusnya tidak terjadi karena kesalahan dari beberapa orang saja tetapi yang rusak seluruhnya. Untuk para PNS yang melakukan pelanggaran tersebut, seharusnya mereka berfikir kembali atas perbuatan yang mereka lakukan. Karena akan membawa dampak negatif yang sangat besar untuk pribadi, institusi bahkan negara, semoga dengan adanya penulisan mengenai pelanggaran kode etik tersebut diatas, hal tersebut tidak akan terjadi lagi. Dan menjadikan Bangsa Indonesia menjadi lebih baik. 

[Dirjen Pajak] Wow, Tunjangan Kehadiran Rp.240.000 sehari


JAKARTA, KOMPAS.com — Direktorat Jenderal Pajak menerapkan peraturan baru untuk mendisiplinkan pegawainya. Setiap kali terlambat masuk kantor, seorang pegawai akan mendapat pemotongan renumerasi atau tunjangan tambahan sebesar Rp 400.000. Jika terlambat berkali-kali, maka seorang pegawai bisa kehilangan seluruh tunjangannya.
"Dalam kondisi ekstrem, pegawai yang sangat malas hanya akan menikmati gaji pokoknya. Artinya, akan sama dengan semua pegawai malas lainnya dan tidak mendapatkan tunjangan sama sekali," kata Kepala Kantor Wilayah Pajak Bali Zulfikar Thahar di Kuta, Bali, Kamis (5/8/2010).
Menurut Zulfikar, setiap hari, pegawai Ditjen Pajak wajib mengisi daftar hadir atau presensi sebanyak tiga kali. Pertama, ketika masuk kantor pada pukul 07.30 pagi. Kedua, pada saat akan makan siang pukul 12.15. Ketiga, setelah masuk pasca istirahat pada pukul 13.45. "Jika mereka lambat mengisi presensi (dengan sistem ibu jari), potongan renumerasinya akan terakumulasi. Setiap keterlambatan akan dipotong Rp 400.000," ujarnya.
Meski demikian, Pegawai Ditjen Pajak mendapatkan keutamaan di setiap presensinya. Setiap mengisi presensi, mereka akan mendapatkan uang kehadiran sebesar Rp 80.000. Jadi setiap harinya, mereka memperoleh uang kehadiran senilai Rp 240.000.
"Jika keterlambatannya terlalu parah, selain memotong renumerasinya, maka juga akan diturunkan grade (golongan) kepegawaiannya. Dia bisa langsung terjerembab menjadi pegawai dengan golongan yang jauh lebih rendah lagi," ungkap Zulfikar.
Pemberlakuan sistem presensi tersebut merupakan salah satu bagian dari reformasi birokrasi yang dilakukan di Ditjen Pajak. Frekuensi presensi hingga tiga kali sehari itu tidak berlaku di semua direktorat jenderal pada lingkungan Kementerian Keuangan.
Bahkan, pegawai di lingkungan Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan hanya diwajibkan mengabsen dua kali dalam sehari, yakni saat masuk kantor dan saat pulang pada sore hari.
            ULASAN KASUS:
            Berbeda dari kasus-kasus sebelumnya yang berhubungan profesi akuntan secara khusus, kasus kali ini mengenai kedisiplinan profesi pada umumnya yaitu tentang kedisiplinan waktu. Ada dua artikel di atas, yang pertama mengenai ketidakdisiplinan Pegawai Negeri Sipil dan yang kedua tentang tunjangan kehadiran di dalam Departemen Keuangan khususnya di Direktorat Jenderal Pajak.
Artikel di atas memang tidak menyebutkan akuntan secara khusus tetapi di dalam Departemen Keuangan banyak akuntan yang bekerja di sana. Profesi akuntan banyak jenisnya, bukan hanya akuntan publik saja tetapi juga akuntan pemerintahan sebagai Pegawai Negeri Sipil.
            Seperti dijelaskan sebelumnya, etika dapat dituangkan menjadi serangkaian prinsip dan nilai moral yang telah ditentukan pada tingakat pelaksanaannya. Serangkaian prinsip itu di dalam profesi akuntan disebut dengan kode etik akuntan. Prinsip-prinsip yang terdapat dalam kode etik yang berhubungan dengan kedisplinan waktu adalah tanggung jawab profesi dan perilaku professional.
            Prinsip tanggung jawab profesi menyebutkan bahwa akuntan di dalam melaksanakan tanggungjawabnya sebagai profesional harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya. Selain itu prinsip perilaku profesional menyebutkan bahwa akuntan sebagai seorang profesional dituntut untuk berperilaku konsisten selaras dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesinya.
Jadi dari keterangan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa dalam mengerjakan sebuah pekerjaan akuntan harus profesional salah satunya datang tepat waktu. Kedisiplinan waktu diperlukan untuk semua jenis profesi termasuk akuntan karena hal itu mencerminkan perilaku dari setiap individu. Masyarakat khususnya klien akan lebih percaya terhadap kinerja dari profesi tersebut kalau mereka tidak datang terlambat untuk sebuah pekerjaan. Apabila mereka datang terlambat, maka kemampuan para profesional itu untuk melayani klien serta masyarakat secara tidak langsung akan terhapuskan.
Bahkan dewasa ini banyak kantor khususnya kantor pemerintahan yang menggunakan absen sidik jari untuk mencatat kehadiran pegawainya. Hal itu mempertegas bahwa penting adanya kedisiplinan waktu karena dahulu Pegawai Negeri Sipil terkenal tidak disiplin mengenai jam kerja mereka. Di artikel juga disebutkan tentang tunjangan kehadiran yang ada di Direktorat Jenderal Pajak apabila pegawainya datang tepat waktu dan akan dipotong tunjangan tersebut apabila terlambat. Peraturan tersebut merupakan salah satu contoh cara untuk mendisiplinkan pegawai mereka khususnya mengenai waktu atau jam kerja mereka.


 
Copyright © Rainbow Circle. All rights reserved.
Blogger template created by Templates Block | Start My Salary
Designed by Santhosh