Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta, Jakarta Raya) adalah ibu kota negara Indonesia. Jakarta merupakan satu-satunya kota di Indonesia yang memiliki status setingkat provinsi. Pada tahun 2010 penduduk DKI Jakarta berjumlah 9.588.198 jiwa. Selain itu wilayah metropolitan Jakarta (Jabotabek) yang berpenduduk sekitar 23 juta jiwa, merupakan metropolitan terbesar di Indonesia atau urutan keenam dunia.
Menurut saya dengan penduduk yang luar biasa banyak, mengingat luas wilayah hanya sekitar 661,52 km² DKI Jakarta seharusnya dapat memberikan pelayanan publik yang bagus terhadap penduduknya. Sebagai mahasiswa yang merupakan penduduk pendatang, saya merasa belum nyaman dengan hal tersebut.
Setelah saya amati, pelayanan publik di ibukota masih buruk dan banyak ditemui adanya praktik pungutan liar. Bahkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengakui hal tersebut. Pelayanan publik yang dianggap buruk di antaranya pengurusan SIUP (surat Izin Usaha Perdangangan), IMB (Izin Mendirikan Bangunan), dan KTP (Kartu Tanda Penduduk). DKI mendapat skor 6,24 untuk integritas pelayanan publik. Skor itu menurut saya terbilang buruk.
Selain itu berdasarkan hasil survei pelayanan publik oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Jakarta menempati urutan 38 dari 51 instansi pemerintah. Hasil ini jelas tidak menggembirakan bagi Jakarta, terlebih Jakarta selama ini dikenal barometer Indonesia.
Namun menurut saya, hal yang harus mendapat perhatian adalah transportasi terutama kemacetan di Jakarta. Hal tersebut adalah salah satu pelayanan publik yang sehari-hari kita temui dan merupakan hal yang penting. Transportasi di Jakarta sudah semakin dekat dengan ancaman kemacetan total. Usaha yang dilakukan pemerintah terasa lambat, sehingga perkiraan kemacetan total pada tahun 2014 menghantui lebih cepat.
Walaupun telah terdapat bus Transjakarta yang dulunya merupakan salah satu solusi dari kemacetan di Jakarta. Bahkan akhir tahun 2010 kemarin terdapat dua koridor baru yang dioperasikan yaitu koridor IX dan X. Sekarang ini hal tersebut tidak menjadi solusi lagi karena kemacetan masih terjadi di Jakarta. Kendaraan pribadi masih harus berjuang merayap di jalan-jalan Jakarta untuk mencapai tujuan atau tempat kerja. Kendaraan itu bergerak tak lebih cepat dari laju dokar.
Sebenarnya hal itu tak lepas dari jumlah kendaraan roda empat dan roda dua yang semakin menggila. Sekarang saja jumlah motor di Jakarta sudah mencapai angka 8.484.384 unit dan jumlah mobil 2.285.802 unit. Selain itu setiap hari kendaraan pribadi masih harus bersaing dengan angkutan konvensional lainnya seperti metromini, angkot, bajaj, dan ojek. Masalahnya warga Jakarta sendiri lebih sedikit yang menggunakan angkutan umum dibanding menggunakan kendaraan pribadi.
Saya rasa sebaiknya Pemerintah Provinsi Jakarta menertibkan alat transportasi yang ada. Misalnya, dengan cara mengurangi mobil dan motor pribadi, ataupun mobil yang digunakan untuk angkutan umum yang sudah tidak layak pakai. Saya lihat banyak metromini yang sudah tidak layak pakai, tetap digunakan oleh pengelola angkutan umum. Hal itu tidak baik karena dapat membahayakan keselamatan penumpang. Selain itu juga dapat menambah polusi yang ada di Jakarta. Padahal sekarang ini polusi di Jakarta menempati peringkat ke-3 di dunia, setelah Meksiko dan Thailand.
Memang sekarang sudah ada kebijakan untuk mengurangi kemacetan, salah satunya berlakunya kebijakan three in one di jalan-jalan protokol. Namun hal itu kurang membantu. Kemacetan masih saja terjadi. Saya harapkan Pemerintah Provinsi Jakarta dapat memberikan solusi yang pas untuk hal ini agar kenyamanan dapat dirasakan oleh warga Jakarta.
Dalam postingan kali ini saya juga akan membahas tentang perbaikan pelayanan publik yang lain di Jakarta. Sekarang Pemerintah Provinsi Jakarta berusaha menghilangkan adanya pungutan, kepastian biaya pengurusan, mudah dan cepat melakukan proses pengurusan. Pemerintah DKI Jakarta berjanji akan memperbaiki pelayanan publik dengan cara memperbaiki fasilitas dari pelayanan tersebut. Perbaikan yang dimaksud sebenarnya adalah dengan memperbaiki sumber daya manusia yang mengoperasikan pelayanan publik tersebut.
Selain itu perbaikan layanan publik di Jakarta akan dilakukan dengan menambah unit pelayanan prima terpadu, pengembangan jaringan informasi dan komunikasi, serta perubahan layanan manual ke elektronik. Pelayanan terpadu merupakan target prioritas Provinsi Jakarta dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik.
Dari berita yang saya baca, Pemerintah Provinsi menggelar lomba penilaian pelayanan publik di sejumlah wilayah DKI Jakarta dengan tujuan untuk mewujudkan pelayanan yang tertib, terbuka, dan dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat. Selain itu juga untuk memberikan kepastian hukum dalam hubungan antara masyarakat dan penyelenggara pelayanan publik. Kegiatan penilaian kinerja pelayanan publik ini erat kaitannya dengan adanya Undang-Undang (UU) Nomor 25/2009 tentang pelayanan publik.
UU Pelayanan Publik menyatakan penyelenggara pemerintahan, khususnya pemerintah daerah berkewajiban melakukan evaluasi terhadap kinerja pelaksana secara berkala dan berkelanjutan. Penilaian dilakukan untuk mendorong dan membina percepatan peningkatan kualitas pelayanan publik di Jakarta dengan memusatkan pada penyelenggaraan pelayanan terpadu. Penilaian dilakukan dengan cara tim penilai melakukan dialog secara langsung dengan para pejabat yang hadir, dan meninjau berbagai loket pelayanan yang terdapat di ruang pelayanan terpadu. Menurut saya, kegiatan itu sudah bagus dan seharusnya dapat dilakukan seterusnya dimasa yang akan datang.
Perbaikan tersebut dapat kita lihat sekarang, misalnya di Jakarta Utara terdapat enam unit layanan publik yang telah mendapat sertifikasi ISO. Sedangkan di Jakarta Selatan melakukan pencegahan korupsi dengan cara mencanangkan penandatanganan Kontrak Indikator Kinerja Utama (Key Performance Indicator). Contoh lain adalah di Jakarta Timur. Di wilayah ini dalam pengurusan kir, Dinas Perhubungan DKI Jakarta mewajibkan setiap penguji kir langsung datang ke loket-loket. Sehingga tidak diperbolehkan menghubungi perantara atau calo. Selanjutnya di Jakarta Barat, petugas yang menerima imbalan akan diberi sanksi tegas.
Sampai pada akhirnya Komisi Pemberantasan Korupsi mengapresiasi lima pemerintah kota di DKI Jakarta. Apresiasi ini diberikan berdasarkan beberapa perbaikan layanan publik yang telah mereka lakukan. Meski begitu, KPK mendorong instansi-instansi layanan publik untuk lebih meningkatkan dan memperbaiki pelayanannya kepada masyarakat. Pasalnya, masih ditemukan persoalan mendasar dalam pelayanan publik, khususnya di Ibu Kota yaitu pelayanan publik belum transparan dan akuntabel serta prosedurnya masih panjang.
Dalam temuan KPK terdapat pengenaan biaya yang tidak jelas serta petugas yang mempersulit penyelesaian bahkan mengarahkan pengguna memakai jasa calo. Selain itu, ditemukan perlakuan diskriminatif terhadap pengguna layanan yang mengurus sendiri dibanding pengguna yang lewat calo. KPK juga menemukan pelanggan layanan yang tidak melakukan pembayaran di kasir, bahkan membayar secara sembunyi-sembunyi di tempat tertentu. Juga masih ada pelayanan jalan pintas dengan biaya lebih yang diberikan kepada petugas.
Adanya temuan di atas, selain memperbaiki sistem pelayanan publik yang ada, masyarakat juga perlu dididik untuk tidak melakukan jalan pintas dalam memperoleh pelayanan, sebab dapat menyuburkan praktek korupsi. Saya masih terus berharap baik kita ataupun pemerintah dalam hal ini Pemerintah Provinsi Jakarta dapat saling membantu untuk memperbaiki masalah yang ada di negara ini khususnya pelayanan publiknya.
sumber: Koran Tempo edisi 31 Desember 2010
Selasa, 18 Januari 2011
Langganan:
Postingan (Atom)